Hal-hal yang Seharusnya Dilakukan Saat Terjadi Henti Jantung Mendadak Pada Atlet
Beberapa waktu lalu, dunia badminton dikejutkan dengan kabar dari atlet badminton yang merupakan anggota tim nasional tunggal putra China, Zhang Zhi Jie yang meninggal dunia saat tampil di ajang Badminton Asia Junior Championships 2024 pada Minggu, 30 Juni 2024 di GOR Amongrogo Yogyakarta. Sebelumnya atlet tersebut sempat dibawa ke rumah sakit, tapi Zhang kemudian dinyatakan meninggal dunia pada pukul 23.20 waktu setempat.
Kematian mendadak atlet bulu tangkis China, Zhang Zhi Jie, akibat henti jantung di lapangan ini tentu saja menjadi tamparan keras bagi dunia olahraga. Tragedi ini bukan hanya duka mendalam, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan dan pencegahan henti jantung di arena pertandingan.
dr. Andhika Raspati, Sp.KO, Spesialis Kedokteran Olahraga memberikan tanggapannya terkait kejadian yang saat ini masih jadi topik hangat di kalangan masyarakat ini.
“Saya tidak mau menyalahkan siapapun, karena memang kondisinya saya tidak tahu persis apa yang terjadi, bagaimana situasi dan kondisinya. Semua itu saya tidak tahu, karena hanya menyaksikan kejadiannya dari video yang beredar dan dari tambahan informasi ketika press conference,” katanya saat dihubungi IDI Online melalui sambungan telepon.
Melihat hal tersebut, dokter muda yang juga merupakan anggota Junior Doctors Network - Ikatan Dokter Indonesia (JDN-IDI) ini pun mengatakan jika ada
poin-poin yang bisa kita jadikan pembelajaran. Kasus Zhang Zhi Jie menunjukkan betapa penundaan dalam memberikan pertolongan pertama dapat berakibat fatal, karena semakin lama waktu yang terbuang, semakin kecil peluang untuk menyelamatkan nyawa.
“Dalam kasus henti jantung pada atlet, yang diperlukan itu sebenarnya kesiapsiagaan yang benar-benar harus ‘sempurna’. Mulai dari perencanaan hingga eksekusinya. Dalam kondisi henting jantung, komponen yang wajib ada itu adalah CPR dan pembelian defibrilasi secepat-cepatnya, karena kita kan tahu bahwa untuk CPR dan AED ini makin tertunda maka semakin kecil juga kemungkinan untuk bisa selamat,” jelasnya.
Kunci utama lainnya adalah aktivasi cepat emergency response. Ketika ada kecurigaan henti jantung pada pemain, tim medis harus segera diberitahu dan diarahkan ke lapangan. Hal ini menjadi sorotan dalam kasus Zhang Zhijie, di mana regulasi badminton tampaknya membatasi pergerakan tim medis tanpa seizin wasit.
Kejadian ini mendorong perlunya kajian ulang regulasi BWF terkait peran tim medis. Perlu dipertimbangkan revisi aturan agar tim medis dapat bergerak cepat tanpa terhambat prosedur yang kaku. Wasit pun harus lebih sigap dan peka dalam membaca situasi darurat di lapangan.
”Memang yang menjadi sorotan dan perbincangan saat kejadian kemarin adalah di situ juga ada peran dari perangkat pertandingannya. Sebab dalam olahraga itu kan terdapat peraturan-peraturannya yang memang pihak medis tidak boleh sembarangan masuk. Tapi, kalau di cabang olahraga sepakbola, medis bisa masuk, karena ketika ada kejadian yang super emergency bisa masuk tanpa menunggu panggilan wasit. Kalau di badminton, mungkin peraturannya tidak secara tegas tertulis. Saya sampai kemarin juga masih penasaran dan mencari tahu, karena di badminton ada juga ayat atau peraturan yang bunyinya 11:12 dengan aturan FIFA. Jadi, mungkin yang perlu jadi PR dan pembelajaran kita bersama,” tuturnya.
Perlu Adanya Kajian Ulang Terkait Regulasi Tim Medis
Kekhawatiran lain muncul terkait kesigapan tim medis di lapangan. Pertanyaan tentang keberadaan AED (Automated External Defibrillator) dan inisiatif CPR awal masih menjadi misteri. Ketidakjelasan ini memicu spekulasi dan menggarisbawahi pentingnya kesiapsiagaan tim medis yang dilengkapi dengan peralatan dan pengetahuan yang memadai.
Saat ini yang dapat dilakukan adalah mungkin bisa mengkaji kembali guideline Badminton World Federation (BWF) terkait apakah tim medis memang benar tidak boleh masuk jika tidak disuruh oleh wasit. Terlepas dari wasit seharusnya mengerti juga kondisi yang terjadi pada pemain di lapangan ketika terjadi hal-hal tersebut.
Meski begitu, wasit juga seharusnya bisa lebih peka dalam melihat situasi yang terjadi di arena pertandingan. Hal yang bisa dijadikan pembelajaran kita bersama adalah begitu akhirnya setelah beberapa lama tim medis datang, tidak terlihat ada yang membawa AED, tidak juga terlihat ada yang mulai melakukan CPR.
“Kita kemudian jadi bertanya-tanya, apa iya pemainnya saat itu belum henti jantung, karena tidak ada CPR. Sebab kalau dari gambarannya kan itu arahnya ke henti jantung yaitu pingsan, berhenti mendadak, kejang, dan tidak ada riwayat epilepsi sebelumnya. Seharusnya ketika terjadi kondisi seperti itu, tim medis datang ke lapangan sudah harus menenteng AED dan wajib sigap dengan segala situasi dan kondisi yang terjadi,” ungkap dokter muda yang biasa dipanggil dr. Dhika ini.
Pentingnya Melakukan Medical Check-Up
Terlepas dari penyebab henti jantung Zhang Zhi Jie, tragedi ini menjadi pengingat pentingnya medical check-up bagi para atlet, terutama mereka yang menjalani latihan intensif. Pemeriksaan ini dapat membantu mendeteksi potensi kelainan jantung yang berisiko henti jantung.
Secara umum henti jantung sendiri bisa terjadi karena tiga hal yakni gangguan struktur, yang mana biasanya ada kondisi genetik bahkan gangguan dari lahir. Hal itulah yang menyebabkan jantungnya berhenti mendadak ketika sedang olahraga atau yang dinamakan hipertrofi kardiomiopati Lalu, dua penyebab lainnya adalah gangguan irama (aritmia), dan serangan jantung koroner.
“Ketiga penyebab tersebut kan sebenarnya tidak terjadi dalam waktu semalam, mau itu gangguan apapun. Itu hal yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun pada jantungnya. Sebenarnya hal ini bisa dideteksi sebelumnya dan kalau kita bicara, misal mau olahraga yang intensitasnya cukup berat, tidak ada salahnya untuk melakukan medical check up,” terangnya.
Dijelaskan dr. Dhika, jika sebenarnya kita bisa memastikan tubuh memiliki struktur yang aman atau tidak, apakah ada penebalan atau pembesaran jantung atau tidak, bagaimana irama jantungnya, dan mengetahui hal-hal lainnya yang berhubungan dengan medis.
“Saat medical check up, kita juga bisa mengecek jantung koroner, dan banyak hal lainnya. Ketika medical checkup, kita bisa mengetahui apakah seseorang tersebut mempunyai kecenderungan atau modal untuk terkena henti jantung atau tidak,” bebernya memberikan penjelasan.
Jadi Pelajaran Berharga untuk Semua Pihak
Kematian Zhang Zhi Jie tentu menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia olahraga. Peristiwa ini mendorong perlunya evaluasi menyeluruh, mulai dari regulasi, kesigapan tim medis, hingga edukasi atlet tentang pentingnya medical check-up. Dengan meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan, tragedi serupa dapat dicegah di masa depan.
“Sekali lagi, saya tidak mau menyalahkan siapapun. Semoga kejadian ini bisa jadi pelajaran buat kita semua. Mulai dari perangkat pertandingan, wasit, sampai mungkin bisa kembali mengkaji atau merevisi peraturan BWF supaya bisa lebih aware lagi akan hal-hal seperti ini. Tapi, untuk tim medis juga mungkin harus kembali mengevaluasi dan kembali meng-upgrade diri terkait skill dan pengetahuan petugas medis yang bertugas di lapangan,” katanya.
dr. Dhika berharap untuk ke depannya penyelenggara pertandingan olahraga juga bisa lebih memperhatikan tim medis yang akan bertugas selama penyelenggaraan acaranya.
“Jangan sampai hanya sekadar ada petugasnya saja, akan tetapi juga harus diisi oleh orang atau petugas yang proper yang memiliki skill dan pengetahuan mumpuni untuk kegiatan olahraga dan didukung oleh sistem penunjang untuk bisa bekerja secara cepat dan tepat,” pesannya.
Kasus Zhang Zhijie adalah tragedi yang menyakitkan, namun sekaligus menjadi pengingat penting tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi henti jantung. Dengan belajar dari kejadian ini, kita dapat bekerja sama untuk memastikan keselamatan para atlet dan mencegah tragedi serupa terulang kembali.