Menelusuri Permasalahan Persebaran Dokter di Indonesia: Perspektif Dokter Usia ≤40 Tahun
Hingga saat ini, data jumlah dan persebaran dokter di Indonesia masih sangat terbatas, terutama untuk dokter-dokter yang berumur ≤40 tahun. Sebab, masih terdapat perbedaan data jumlah dokter antar beberapa lembaga.
Berdasarkan data dari situs Konsil Kedokteran Indonesia per September 2023, sebanyak 169.708 dokter dari seluruh Indonesia terdaftar dalam register, di mana Pulau Jawa menjadi wilayah dengan jumlah dokter paling banyak. Meski demikian, masih banyak provinsi di Indonesia memiliki jumlah dokter kurang dari 10 ribu orang.
Pada artikel berikut ini, IDI Online memberikan penjabaran terkait jumlah dokter di Indonesia yang berusia ≤40 tahun berdasarkan database Ikatan Dokter Indonesia.
Urgensi Mengetahui Persebaran Dokter Berusia ≤40 Tahun di Indonesia
Junior Doctors Network Ikatan Dokter Indonesia (JDN IDI) adalah wadah yang dibentuk oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) untuk memfasilitasi dokter-dokter Indonesia berusia kurang dari 40 tahun. JDN IDI yang berdiri sejak tahun 2018 ini bergerak dalam isu kesehatan, sosial, pendidikan, dan kesejahteraan bagi barisan muda dokter Indonesia.
Keberadaan JDN IDI bertujuan sebagai wadah pemberdayaan dokter muda untuk bekerjasama mewujudkan Indonesia yang lebih sehat melalui edukasi, advokasi, serta kolaborasi nasional dan Internasional. JDN IDI menginduk pada Junior Doctors Network World Medical Association (JDN IDI-WMA) dan keanggotaannya merupakan delegasi resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang mewakili negara Indonesia.
Berdasarkan data yang didapatkan dari situs Konsil Kedokteran Indonesia, per September 2023 terdapat 169.708 dokter di seluruh Indonesia yang terdaftar dalam register. Sedangkan jika berdasarkan alamat korespondensi, provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki jumlah dokter terbanyak, sebut saja mulai dari Jawa Barat (26.165 dokter), DKI Jakarta (21.412 dokter), Jawa Timur (19.605 dokter), dan Jawa Tengah (15.665 dokter). Sementara itu, provinsi lain di luar Pulau Jawa yang memiliki jumlah dokter terbanyak adalah Sumatera Utara, dengan jumlah 11.931 dokter.
Selain provinsi-provinsi tersebut, jumlah dokter di tiap provinsi di Indonesia masih kurang dari 10 ribu dokter. Bahkan, tidak sedikit yang jumlahnya masih berada di bawah 1.000 dokter.
Berdasarkan tulisan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, dr. Taruna Ikrar, M.Pharm., MD., Ph.D, yang dimuat di harian Republika, terdapat 142.565 dokter umum per Juni 2022 di seluruh Indonesia. Beliau mengatakan jika hal ini menjadikan distribusi dokter Indonesia masih menjadi masalah besar seperti yang ditulis di laporan tersebut. Akan tetapi, angka-angka tersebut masih lebih kecil jika mengacu pada database Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan (update per 11 September 2023) yang menyebutkan terdapat 193.054 dokter di seluruh Indonesia.
Angka tersebut menjadikan dokter sebagai profesi tenaga kesehatan terbanyak nomor tiga, setelah perawat dan bidan. Sebanyak 94.504 dokter bekerja di rumah sakit dan hanya 28.663 dokter yang bekerja di puskesmas. Rasio dokter dilaporkan sebesar 0,7 per 1000 penduduk dan rasio dokter berdasarkan STR justru lebih rendah yaitu 0,35 per 1000 penduduk.
Ketua Junior Doctors Network Ikatan Dokter Indonesia (JDN IDI), Tommy Dharmawan menjelaskan jika jumlah dokter berusia ≤40 tahun di Indonesia saat ini mencapai 40% dari jumlah seluruh dokter di Indonesia.
“Persentase tersebut lebih rendah dari laporan statistik yang ditayangkan di situs idionline.org yang menyebutkan ada sebanyak 121.821 (61,2%) dokter berusia ≤40 tahun di Indonesia. Sebanyak 152.631 merupakan dokter umum dan 46.773 merupakan dokter spesialis. Dokter berjenis kelamin perempuan mendominasi dengan jumlah 118.038 orang dan hanya 81.052 dokter yang berjenis kelamin laki-laki,” jelasnya.
Adapun rasio tenaga kesehatan secara global dan nasional memiliki angka yang beragam. Perbedaan data dengan database Kementerian Kesehatan karena database Kemenkes lebih lengkap untuk tenaga kesehatan yang terdaftar di sektor swasta. Sebagian besar dokter sendiri bekerja simultan di sektor publik dan swasta, sehingga sulit untuk melacak dan menyaring jumlah dokter berdasarkan hal tersebut.
Selain itu, data Konsil Kedokteran Indonesia mencatat seluruh dokter, terlepas statusnya aktif melakukan praktik kedokteran atau tidak. Sebagai gambaran, dokter yang merupakan peneliti, dan bukan praktik kedokteran, akan didaftarkan dalam register KKI tetapi tidak terhitung dalam database Kemenkes.
“Analisis yang dilakukan oleh JDN IDI ini diharapkan dapat membantu pemangku kebijakan untuk memahami data-data tersebut sebagai dasar identifikasi akar masalah kecukupan dan persebaran dokter di Indonesia,” ujarnya.
Data Frekuensi Persebaran Dokter di Indonesia Berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota
Jumlah provinsi di Indonesia per tahun 2023 adalah sebanyak 38 provinsi. Namun, hanya ada 34 provinsi dengan jumlah dokter berusia ≤40 tahun yang terdata di database IDIonline.org. Terdapat tiga provinsi baru yang masih belum tercantum di database IDI Online, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
10 Provinsi dengan jumlah dokter usia ≤40 tahun terbanyak yaitu:
DKI Jakarta: 16.522 dokter
Jawa Barat: 15.996 dokter
Jawa Timur: 12.456 dokter
Jawa Tengah: 11.302 dokter
Sumatera Utara: 6.800 dokter
Banten: 5.550 dokter
Sulawesi Selatan: 5.405 dokter
Bali: 4.449 dokter
Riau: 4.331 dokter
Aceh: 3.972 dokter
10 Provinsi dengan jumlah dokter usia ≤40 tahun paling sedikit yaitu:
Papua Barat: 312 dokter
Gorontalo: 338 dokter
Kalimantan Utara: 405 dokter
Papua Barat Daya: 413 dokter
Maluku Utara: 585 dokter
Bengkulu: 783 dokter
Maluku: 807 dokter
Bangka Belitung: 935 dokter
Kalimantan Tengah: 1.004 dokter
Kepulauan Riau: 1.035 dokter
Berdasarkan data di atas, permasalahan ketimpangan rasio dokter dengan jumlah penduduk tidak hanya terjadi di luar Pulau Jawa saja. Meskipun jumlah dokter banyak terkonsentrasi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, tapi masih banyak kabupaten/kota di Pulau Sumatera dan Jawa yang memiliki rasio antara jumlah dokter dan jumlah penduduknya tidak ideal.
Langkah Strategis untuk Masa Depan
Berdasarkan hasil analisis situasi yang dilakukan, Indonesia saat ini memiliki jumlah dokter sebanyak 123.114 orang yang berusia ≤40 tahun dan berasal dari 430 cabang Ikatan Dokter Indonesia. Meski begitu, masih ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan, di antaranya sinkronisasi data jumlah dokter, pemenuhan kebutuhan dokter, distribusi dokter, dan penelitian lanjutan terkait berbagai determinan sosial yang dapat mempengaruhi intensi seorang
dokter untuk berpraktik di daerah tertentu.
Berikut beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan:
Perlu Adanya Sinkronisasi Data dari Semua Pihak
Perlu ada sinkronisasi data antara IDI, Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang jumlah dokter dan lulusan dokter dari masing-masing universitas di Indonesia.
Sekadar informasi, data jumlah dokter di Indonesia masih belum terintegrasi, di mana terdapat berbagai sumber data, seperti database Ikatan Dokter Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, dan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan.
Saat ini, pendataan dokter dan tenaga kesehatan sedang proses transisi agar terintegrasi dalam SATUSEHAT Sumber Daya Manusia Kesehatan (SATUSEHAT SDMK). Kebijakan integrasi tersebut sudah sejalan dengan rekomendasi yang dirumuskan dalam policy brief ini. Oleh karena itu, integrasi SATUSEHAT SDMK perlu didukung agar menjadi basis data paling mutakhir yang dapat diandalkan untuk mengetahui situasi tenaga kesehatan di Indonesia.
Para stakeholder terkait yaitu Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta organisasi profesi diharapkan mampu memastikan sinkronisasi dan integrasi dengan SATUSEHAT ketika melakukan pengambilan kebijakan terkait sumber daya kesehatan, terutama dalam menyelesaikan masalah kecukupan dan distribusi dokter.
Perlu Dirumuskan Kebijakan Kesehatan yang Berfokus Pada Pemenuhan Jumlah Dokter dan Pemerataan Distribusi Dokter di Indonesia.
Hanya ada 2 provinsi yakni DKI Jakarta dan Bali yang memenuhi rasio ideal antara jumlah dokter terhadap jumlah penduduk. DKI Jakarta merupakan daerah dengan jumlah dokter terbanyak pertama di Indonesia (16.522 orang). Tapi, di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah yang menempati posisi 4 besar jumlah dokter terbanyak di Indonesia, rasio antara jumlah penduduk dan jumlah dokter masih belum tercukupi.
Hal ini menandakan bahwa permasalahan jumlah dokter di Indonesia bukan semata-mata karena tidak meratanya penyebaran dokter, tetapi juga karena angka kecukupan dokter yang secara kuantitas tidak terpenuhi secara nasional.
Sementara itu, berdasarkan ilustrasi rasio jumlah dokter terhadap jumlah penduduk per kabupaten/kota, angka kecukupan rasio jumlah dokter dan jumlah penduduk hanya terpenuhi di sebagian kecil daerah, beberapa di antaranya merupakan ibukota provinsi.
Sedangkan di wilayah perifer, angka tersebut semakin jauh dari rasio ideal. Hal ini menjadi dasar perlunya kebijakan untuk meningkatkan distribusi dokter agar tidak terpusat di wilayah kota-kota besar. Kebijakan tersebut perlu juga disertai dengan upaya pemenuhan kuantitas dokter dengan tetap mempertahankan kualitas lulusan dokter.
Perlu Dilakukannya Studi Lanjutan Terkait dengan Berbagai Aspek Pendukung
Permasalahan dokter di Indonesia tidak hanya terkait jumlah dan distribusi. Dua masalah tersebut memang menjadi isu dan tantangan bagi pemerintah untuk pemenuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Namun, masih ada masalah di aspek personal dan profesional tenaga kesehatan yang secara tidak langsung berhubungan dengan sedikitnya jumlah dan timpangnya distribusi dokter di Indonesia.
Masalah tersebut perlu diketahui melalui penelitian lanjutan terkait determinan sosial seperti aspek demografi, kesejahteraan, karir, pendapatan, kualitas hidup, tingkat stres pekerjaan, perlindungan hukum, dan lain-lain.
Adapun permasalahan yang muncul dapat dikaitkan dengan rasio di daerah tersebut, misalnya apakah ada hubungan antara daerah yang memiliki rasio dokter ideal dengan besaran upah yang diterima, ketersediaan fasilitas kesehatan, ketersediaan fasilitas untuk kebutuhan primer, dan seterusnya.
Secara bersama-sama, JDN IDI mengusulkan perlu adanya upaya penyelesaian masalah secara komprehensif (input-proses-output) dan holistik (dari level personal dokter, lingkungan lokal faskes tempat bekerja, kebijakan daerah setempat, hingga kebijakan nasional).
Perlu Dilakukan Studi Lanjutan dan Evaluasi Distribusi Dokter di Indonesia.m
Berdasarkan analisis data rasio jumlah dokter dan jumlah penduduk, jumlah dokter di Indonesia masih belum terpenuhi secara nasional, baik dalam segi kuantitas maupun distribusi. Saat ini, terdapat 115 Fakultas Kedokteran di Indonesia dan setiap tahunnya diperkirakan terdapat 12 ribu lulusan dokter baru.
Dalam rangkaian Pemilu 2024, Presiden Indonesia terpilih tahun 2024-2029 sempat mengungkapkan terkait rencana pembukaan Fakultas Kedokteran baru di beberapa daerah sebagai salah satu potensi solusi terkait permasalahan ini.
Pembukaan Fakultas Kedokteran baru di Indonesia dianggap merupakan salah satu solusi potensial untuk meningkatkan kuantitas dan memenuhi kebutuhan dokter di Indonesia. Akan tetapi, pembukaan fakultas kedokteran baru bukanlah merupakan wacana yang sama sekali baru dan sebelumnya telah menimbulkan pro dan kontra.
Namun, penting untuk diperhatikan bahwa pemenuhan kuantitas dokter, salah satunya dengan pembukaan fakultas kedokteran baru, harus tetap sejalan dengan penjaminan kualitas dokter dan manajemen distribusi dokter setelah mahasiswa kedokteran tersebut lulus, sehingga rasio ideal kebutuhan dokter dan jumlah penduduk dapat tercapai.
Perlu ada skema pengaturan/l atau penempatan lulusan dokter untuk menghindari perpecahan masalah distribusi dokter yang saat ini ada, misalnya lulusan dokter yang semakin terkonsentrasi di kota-kota besar yang saat ini sudah memiliki banyak fakultas kedokteran. Di sisi lain, skema penempatan dokter tetap harus memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia (HAM), untuk menghindari masalah yang mengemuka berkaitan dengan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang pernah diusung sebelumnya.
Junior Doctors Network Ikatan Dokter Indonesia (JDN IDI) memaknai jika solusi pembukaan FK baru harus dengan prasyarat dan kajian yang tepat, salah satunya terkait evaluasi jumlah fakultas kedokteran saat ini dengan pemenuhan kebutuhan dokter. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut apakah terdapat hubungan antara lokasi FK dengan tercapainya rasio ideal dokter terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut.
Adapun beberapa alternatif solusi yang direkomendasikan di antaranya sebagai berikut:
Melakukan studi korelasi antara jumlah dan lokasi FK dengan distribusi dokter di daerah tersebut
Memprioritaskan pembangunan fakultas kedokteran di daerah yang masih kekurangan dokter atau tidak memiliki fakultas kedokteran
Memperkuat implementasi Academic Health System dengan menjalin kerjasama dengan institusi Fakultas Kedokteran yang sudah ada
Mendorong beasiswa program afirmasi bagi putra-putri daerah untuk diterima di Fakultas Kedokteran agar setelah lulus dapat kembali ke daerah asalnya
Membuat mekanisme pemberian beasiswa dengan komitmen untuk kembali ke daerah yang masih kekurangan jumlah dokter
Membuat mekanisme insentif berupa rekomendasi pendidikan lanjut dan tunjangan kesejahteraan bagi dokter yang ingin berpraktik di daerah perifer
Mendorong pemerataan kesejahteraan finansial, jaminan kehidupan yang layak dan kepastian perlindungan hukum agar lulusan dokter baru bersedia ditempatkan di daerah-daerah minim dokter sesuai hasil pemetaan Kementerian Kesehatan
Benarkah Dokter Muda di Indonesia Rawan Mengalami Depresi?
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laporan skrining Kementerian Kesehatan, ditemukan bahwa 2.716 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Indonesia mengalami gejala depresi.
Persentase tersebut mencapai 22,4% dari jumlah total peserta PPDS yang disurvei pada Maret 2024. Gejala yang paling umum dialami adalah kelelahan atau kurangnya energi, dengan sekitar 51% peserta.
Sebanyak 38% merasa kesulitan tidur atau sering terbangun, sementara 35% mengalami kurangnya motivasi untuk melakukan aktivitas apa pun.
Selain itu, 25% peserta mengalami perasaan sedih atau putus asa, sementara 24% mengalami masalah dengan nafsu makan, baik kekurangan maupun kelebihan.
Kementerian Kesehatan juga mencatat bahwa dari 22,4% peserta PPDS yang mengalami gejala depresi, sejumlah 381 orang (14%) sedang menjalani pendidikan spesialis 1 anak, diikuti oleh 350 orang (12,9%) pada spesialis penyakit dalam, dan 248 orang (9,1%) pada anestesiologi.
Skrining dilakukan di 28 rumah sakit vertikal pendidikan dengan total sampel sebanyak 12.121 peserta PPDS pada Maret 2024.
Mengingat tingginya angka yang mengalami gejala depresi menurut laporan Kementerian Kesehatan, perlu adanya perhatian serius terhadap kesejahteraan mental dokter muda di Indonesia.
Beberapa gejala depresi yang dialami, seperti kelelahan, kesulitan tidur, kurangnya motivasi, dan perasaan sedih, menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan intervensi yang lebih baik dalam sistem pendidikan dan penanganan kesehatan mental di kalangan dokter.
Data ini juga memperlihatkan bahwa depresi tidak mengenal spesialisasi, baik itu dengan dokter spesialis anak, penyakit dalam, dan anestesiologi termasuk di antara yang terkena dampak.
Oleh sebab itu, perlu diambil langkah-langkah nyata untuk memberikan dukungan dan sumber daya yang memadai bagi dokter muda agar dapat mengatasi tantangan kesehatan mental mereka demi kesejahteraan mereka sendiri dan pelayanan yang lebih baik bagi pasien.
Diterbitkan oleh: Divisi Data dan Policy JDN-IDI Periode 2023-2025
Lampiran : JDN IDI - Policy Brief Persebaran Dokter Usia 40 Tahun di Indonesia