Mengenal Bapak Bedah Plastik Indonesia, Prof. Moenadjat Wiraatmadja
Prof. Dr. R. Moenadjat Wiraatmadja adalah pelopor bedah plastik di Indonesia, dikenal sebagai dokter pertama yang mengkhususkan diri di bidang ini. Di masa hidupnya, ia sangat berdedikasi pada ilmu bedah plastik, sebuah bidang yang pada saat itu masih belum banyak diketahui apalagi diminati oleh masyarakat.
Meskipun bidang ini belum populer, Prof. Moenadjat tetap memilihnya dan menjadi pionir yang membuka jalan bagi perkembangan bedah plastik di Indonesia.
Lahir di Sukabumi pada 14 September 1921, dari pasangan R. Adnin K. Wiraatmadja dan Siti Aisyah, sejak muda Prof. Moenadjat sudah menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada seni, khususnya melukis.
Aktivitas melukis ini tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga berperan dalam mengembangkan keseimbangan antara otak kanan dan kiri, yang merupakan aspek penting bagi seorang dokter bedah plastik. Prof. Moenadjat kemudian menikah dengan Falidah dan dikaruniai 8 orang anak.
Ia memulai pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan menekuni bidang bedah plastik yang saat itu belum banyak diminati. Melalui pertemuan dengan para ahli dan paparan terhadap berbagai pendekatan kedokteran yang berbeda, ia semakin mantap untuk mendalami bidang ini.
Setelah lulus pada tahun 1953, Prof. Moenadjat melanjutkan pendidikan spesialisasi bedah plastik di Washington University, Amerika Serikat, hingga tahun 1959, sebuah langkah penting yang memperkuat keahliannya.
Jejak Pendidikan dan Pengabdian
Sekembalinya ke Indonesia, Prof. Moenadjat langsung bergabung dengan Bagian Bedah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada tahun 1971, ia memprakarsai pendirian Unit Luka Bakar di RSCM, sebuah unit khusus yang didirikan dengan bantuan langsung dari Ibu H. Adam Malik, yang merupakan istri Wakil Presiden RI saat itu. Unit ini menjadi fasilitas penting dalam penanganan pasien dengan luka bakar yang parah.
Pengabdiannya diakui ketika pada 8 Desember 1979, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Dalam acara pengukuhan yang diadakan di Aula FKUI Salemba tersebut, Rektor UI, Mahar Mardjono, memberinya gelar Guru Besar Ilmu Bedah dan Rekonstruksi, dengan disaksikan oleh Menteri Kesehatan dr. Suwardjana Suryaningrat dan mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.
Baca Juga: Sejarah Bedah Plastik di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Pandangan Prof. Moenadjat tentang Ilmu Bedah Plastik
Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul "Mengamalkan Ilmu Bedah Plastik dan Rekonstruktif di Indonesia", Prof. Moenadjat menekankan bahwa seorang ahli bedah plastik tidak hanya harus memiliki bakat artistik, tetapi juga kekuatan mental yang tinggi. Menurutnya, aspek psikologis ini sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien, serta menjaga integritas seorang dokter dalam berbagai situasi, termasuk saat menghadapi tekanan eksternal.
Ia juga berpesan kepada para ahli bedah plastik masa depan agar selalu mendahulukan perencanaan yang matang sebelum menangani pasien. Tanpa perencanaan yang baik, proses pengobatan bisa tersesat dan berdampak negatif pada hasil akhir.
Konsistensi Terhadap Prinsip Informed Consent
Prof. Moenadjat juga sangat menekankan pentingnya informed consent dalam prosedur bedah plastik, terutama dalam operasi estetik. Ia pernah menolak permintaan seorang pasien wanita yang ingin melakukan operasi hidung tanpa sepengetahuan suaminya, karena baginya, persetujuan pasangan merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Prof. Moenadjat percaya bahwa kejutan yang diharapkan membawa kebahagiaan justru bisa berbalik menjadi hal yang mengecewakan jika tidak disertai komunikasi yang baik dengan pasangan.
Seiring dengan meningkatnya popularitas bedah plastik, Prof. Moenadjat juga mengingatkan bahwa prosedur ini harus dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Ia menyoroti munculnya banyak dokter yang menawarkan layanan bedah plastik tanpa mengikuti prosedur yang benar, baik dari dalam maupun luar negeri, dan menekankan pentingnya pembinaan ilmu bedah plastik yang ketat dalam kurikulum pendidikan kedokteran.
Warisan dan Kontribusi
Sepanjang hidupnya, Prof. Moenadjat aktif berkontribusi dalam berbagai organisasi kedokteran, termasuk sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI). Pada tahun 1966, ia memimpin upaya untuk menghidupkan kembali Perhimpunan Ahli Bedah dan Anestesi Indonesia, dan pada tahun 1967, ia berhasil menyelenggarakan Kongres I Ikatan Ahli Bedah Indonesia di Semarang.
Prof. Moenadjat meninggal dunia pada 28 Juli 1980 pada usia 59 tahun di ICU RSCM. Jenazahnya disemayamkan di Aula FKUI Salemba untuk penghormatan terakhir sebelum dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Warisan ilmunya terus hidup dan memberikan pengaruh besar pada perkembangan bedah plastik di Indonesia.
Sebagai Bapak Bedah Plastik Indonesia, warisan Prof. Dr. R. Moenadjat Wiraatmadja tak hanya terletak pada kontribusinya dalam mendirikan dan mengembangkan disiplin ilmu bedah plastik di tanah air, tetapi juga dalam nilai-nilai keilmuan dan etika yang ditanamkannya kepada generasi penerus.
Komitmennya untuk mengedepankan keselamatan pasien, perencanaan yang matang, serta pentingnya informed consent menjadi fondasi penting dalam praktik bedah plastik di Indonesia. Meskipun telah tiada, dedikasi dan pengabdiannya akan terus dikenang dan menginspirasi para dokter bedah plastik masa kini dan mendatang untuk terus mengembangkan ilmu ini demi kemajuan kesehatan di Indonesia.